Senin, 21 November 2011

Mengelola Perasaan

Kesendirian Tidak Selalu Mematikan! 
Ditulis Oleh: Anne Ahira



mendapat kiriman artikel bagus dari sebuah layanan (yang saya sendiri tidak tahu kenapa artikel yg dikirim saat ini bertemakan "kesendirian"?? Tapi saya lebih memaknai temanya :"mengelola persaan")



Berikut artikelnya:

Umi, banyak orang yang tidak menyukai kesendirian,
karena waktu yang dilewati terasa lebih panjang dan
melelahkan.

'Sendiri oh sendiri'... Ternyata hal remeh ini bisa
menjadi masalah besar bagi sebagian orang!

Apakah Umi termasuk yang demikian? :-)

Memang, kesendirian seringkali diidentikkan dengan hal
yang menakutkan, mengesalkan, bahkan menjadi simbol
kesedihan. Namun, jika kita mau membuka pikiran,
sebenarnya kesendirian itu tidak selalu mematikan!

Kesendirian bisa memiliki dua makna...

Pertama, kesendirian menyangkut fisik yang sebenarnya,
tanpa ada orang di sekitarnya. Kedua, hanya berbentuk
perasaan saja.

Bisa jadi seseorang berada di tengah keramaian, namun
merasakan kesunyian. Mungkin Umi pernah mengalami
hal serupa, terutama ketika menemui masalah dengan
rekan kerja, sahabat, keluarga, atau pacar? :-) dan lain
sebagainya..!

Satu hal yang perlu Umi ingat, kesendirian dengan arti
apapun sebenarnya bukan masalah jika kita mampu
mengelolanya dengan baik, atas perasaan, sikap dan
segala situasinya.

Bagaimana kita bisa mengelola kesendirian supaya lebih
bermakna? Lakukan hal berikut :

1. Cari kesibukan dengan melakukan aktivitas positif
    yang sangat Umi sukai, misalnya dengan membaca,
    menulis, olahraga, menyanyi? :-) Apapun kesukaan
    Umi. Dengan cara ini, kesendirian akan terasa lebih
    menyenangkan!

2. Kedua, ingat-ingat kembali hal-hal yang menjadi
    impian Umi dan belum sempat dilakukan. Umi bisa
    membuka agenda-agenda pribadi, foto-foto jaman
    dulu, buku-buku, dan lain sebagainya.

    Percaya, cara ini akan menyadarkan Umi akan
    sempitnya waktu untuk mewujudkan segalanya.
    Kalau sudah begini, bukankah kesendirian itu jadi
    menyenangkan? ;-)

3. Ketiga, buat daftar sebanyak-banyaknya tentang
    keinginan yang ingin Umi wujudkan selagi masih
    hidup. Mungkin dengan cara menuliskan kembali
    'keinginan gila' saat Umi masih kecil? Atau mimpi-
    mimpi lain yang belum terlaksanakan?

    Saat itu Umi akan sadar, ternyata banyak sekali
    hal yg memerlukan kesendirian utk mewujudkannya!

4. Dan yang terakhir.... Sebenarnya ini merupakan hal
    *utama* dan yang pertama yang harus Umi lakukan...
    Mendekatlah kepada Yang Maha Mencinta diri Umi.
    Kesendirian ini akan semakin menyadarkan hakekat
    keberadaan Umi di dunia.

    Semakin keyakinan ini kuat, maka akan semakin
    kokoh kemampuan Umi mengarungi kehidupan,
    dengan segala situasinya.

Intinya, jangan biarkan Umi terjebak dalam kesendirian
dengan suasana 'hati yang negatif', membiarkannya
berlarut-larut, hingga membuat Umi putus asa.

Kalau Umi mau membuka mata, kita sebenarnya tidak
pernah benar-benar sendiri. Ada orang lain di sekitar
kita.

Yang jelas, pasti selalu ada orang yang bisa Umi
jadikan teman, dan ajak bicara!

Jika Umi mau terbuka, dalam kesendirian Umi bisa
merenungkan banyak hal. Dalam kesendirian Umi bisa
menemukan kedewasaan, kebijaksanaan, ide brilian,
dan memaksimalkan potensi yang Umi miliki.

Dalam kesendirian pula Umi bisa mengungkap
kejujuran, yang bisa jadi terkalahkan oleh sombong dan
ego yang seringkali Umi temukan di keramaian!

Tidak bisa dipungkiri, kesendirian bisa datang kapan
saja kepada setiap orang, termasuk kepada Umi.

Nah, jika suatu saat atau bahkan saat ini Umi sedang
dilanda 'kesepian' alias merasa 'sunyi sepi sendiri',
Umi harus ingat, bahwa kesendirian tidak selamanya
mematikan!

Kelola-lah perasaan Umi dengan baik, dan buatlah
kesendirian menjadi lebih bermakna. :-)



Asian Brain Newsletter -Think & Succeed!
Kontribusi Anne Ahira & PT. Asian Brain untuk menggali
dan melejitkan potensi masyarakat Indonesia!


Jika tulisan-tulisan Ahira dirasakan bermanfaat
oleh Umi, tolong sebarkan alamat situs ini:
=> http://www.AsianBrainNewsletter.com

Asian Brain - Untuk INDONESIA

Jumat, 18 November 2011

Tanggung Jawab Pekerjaan...


Mendapat tugas kantor untuk yang kedua kalinya, mengurus surat jaminan sebuah proyek di sebuah perusahaan jaminan sosial, pagi ini saya menunggu beberapa puluh menit untuk selesainya permintaan saya. Tapi bukan persoalan menunggu yang ingin saya tuliskan disini, tapi proses selama menunggu itu, terjadi percakaan antara otak dan hati saya (bisa membayangkan bagaimana mereka bercakap-cakap? hehe)

“iya bapak, mohon maaf, ini memang kesalahan saya pak, saya bekerjanya terlalu lambat”

Kutipan di atas saya dengar dari petugas meja sebelah yang meminta maaf kepada customer karena sebuah kesalahan, yang saya kurang tahu jelas alasannya. Diucapkan dengan sangat halus (apalagi disampaikan oleh seorang laki-laki yang notabennya keras di perkataan). Saya memang sudah terkesan sejak awal memasuki kantor itu. Semua ramah, dari pertama datang, dengan wajah tersenyum ramah, menyambut bertanya apa yang kita butuhkan, meski kita belum bertanya.
Selang beberapa menit, petugas yang di depan saya didatangai seorag customer.

“Ada yang bisa dibantu mas?”
“ini mas...bla bla bla..”
“oh itu disampaikan dari sananya begitu ya? Dapet bonus gitu ya?”
“Iya mas”
“begini mas, prosedurnya seperti ini..bla bla bla....” (menerangkan dengan kesan sangat ramah..) 

Tuntutan pekerjaan kah? Karena dijaga bos? Hmm.. Wallahu a’lam, yg jelas, saat itu saya puas dengan pelayanannya yang tampak.
Agak sedikit (atau banyak?) berbeda dengan ketika saya ke kantor kedinasan. Hampir tidak pernah mendengar kata maaf karena sebuah kesalahan (tidak pernah terdengar mengakui kesalahan), tidak pernah mencela diri, 
“sabar ya mba, ni kerjaannya lagi banyak”.
“aduh mba, bukan gitu to. Njenengan tu harus gini gini. Fotokopi yang ini ini. Nanti kesini lagi. Bla bla bla..”

Terkesan menyuruh, nggak ramah, dan...kesan-kesan lainnya yang kurang menyenangkan.
Then? kalo karena tuntutan kerja, lantas, pelayanan seperti apa yang seharusnya diberikan. Apa..karena gaji di kedinasan "sedikit" dibandingkat di perusahaan swasta? Atau, didikan pimpinan perusahaan? 


Jika masing-masing menyelesaikan tanggung jawab sebagai pekerjaannya secara tuntas dengan profesional, saya rasa semua pelayanana bidang apa pun akan prima.

 Silakan anda tetap pada pendapat masing-masing. Tulisan ini hanya sekedar intermezo, tanpa menyindir pihak manapun.




Rabu, 16 November 2011

JIka Kau Tahu wahai belahan hatiku….

Jika  kau tahu…wahai belahan hatiku
Mendung di mata ini bukan karna sesuap untuk perut….
Gerimis di pintu hati ini bukan karna kaki yang lelah menapak hidup…
Buliran air mata ini …
Rasa sakit yang menghujam sudah teramat dalam…..
Bak awan yang sudah lama terkumpul
Ingin rasanya meledakkan pikiran…

Hujan di hari ini..
Semata bukan karena cercaan
Bukan karena batu sandungan dalam hidupku…
Tapi karna hati ini kehilangan sosok
Kehampaan ini merindukan sosok..
Bukan ingin hati untuk dimengerti,,,
Tapi ini kebutuhan hati….

Tapi…. Dalam sudut hatiku berkata…..
”Pertolongan Allah itu dekat…..”
Kan DIA kirim seorang yang menyejukkan..
Menggantikan sosokmu..

(in memories)

Selasa, 15 November 2011

CINTA SEPERTI APA YANG KAU CARI?



Pernah ada yang bertanya, “kok kamu ga pacaran si? Gimana mau laku?” (Ooops..dagangan kali ya laku..)
Hmm.... berbicara tentang teman hidup, saya belum bisa dibilang ahlinya..(abis belum berpengalaman punya teman hidup). Tapi kalo bicara soal cinta, mungkin sedikit ada ilmunya (hanya sedikit).
Tulisan ini mungkin kontroversi karena ini persoalan gaya hidup, persoalan hati, dan persoalan PRINSIP. Tapi yang pasti, ini adalah tentang prinsip yang saya pegang dalam memaknai cinta.
Seringkali saya bertanya pada teman-teman saya yang merasakan punya pacar..(ehm, bukan karena pingin lho ya). Saya hanya penasaaran, sebenarnya pacaran itu ngapain? Kata beberapa teman yang saya wawancarai, intinya adalah ngobrol, crita-cerita, curhat. Saya jadi bertanya-tanya, bukannya bisa ama teman satu kufu kita (sama wanita ato sama-sama pria maksudnya). Beda, ga ada rasa seneng, kalo sama pacar tu...gimana gitu rasanya..
Wah wah...terserah bagaimana pembaca menanggapi deh dengan jawaban ini.
Satu hal yang pasti sudah Allah janjikan, bahwa kita dilahirkan dengan pasangan kita.
[51:49] Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.
Atau mungkin, pacaran itu lantaran takut tidak mendapatkan pasangan sampai usia melebihi batas? Bukankah dalam QS. Ar Rum: 21 disebutkan...
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Berarti pasangan itu seorang yang pasti kan? Tapi banyak tu cewek yang ampe tua ga nikah?berarti ga dikasih jodoh sama tuhan? Allah Maha Tau yang terbaik untuk hamba-Nya. Janji Allah pasti untuk kebahagiaan dan ketenangna akhirat bagi umat yang bersabar dalam syariat-Nya.
Atau, pacaran itu sebagai sarana pengenalan ke pasangan kita? Takutnya,kalo langsung nikah, nanti nggak cocok? Bukankah Allah juga sudah mengatakan
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)."
So, selama kita bisa menjaga diri untuk menjadi orang yang terbaik, bukan saja di mata manusia tetapi lebih di mata Allah, pasti akan ada seorang yang terbaik yang Allah cipta untuk kita.
Ah,  dengan pacaran juga banyak pasangan yang awet tu. Rumah tangga mereka juga bahagia, tinggal bagaimana kita mengatur cinta lah. Tapi tidak sedikit juga kan yang cerai setelah menikah padahal sudah sekian lama pacaran (yang katanya untuk saling mengenal?)
It means, kalopun tujuan sama yaitu membangun rumah tangga yang “bahagia”, berbeda-beda cara. Bukan sekedar kebahagiaan yang kita cari, tetapi kebarokahan, sakinah (ketenangan) mawaddah (kasih sayang (lahir dan batin))  wa rohmah (dirohmati Allah), hingga suatu saat akan menghasilkan keturunan yang terbaik, bukan sekedar baik untuk keluarga, tetapi terbaik untuk bangsa, negara, terutama Islam! Sama, itu kan rumah tangga yang ideal yang semua orang mau. But, cara yang digunakan untuk membentuk itu? Allah tidak sekedar melihat hasil, tapi melihat proses.
Saya tertarik dengan kata-kata mutiara beberapa saudara saya yang bagi saya itu menyentuh. Memaknai cinta, bukan sekedar cinta, sekedar untuk memenuhi kebutuhan batin atau biologis, tetapi cinta yang ditujuan pada Sang Arrohman. Cinta yang karena-Nya, ternyata lebih bermakna. So.. “kaulah satu-satunya”, “kaulah cinta satu-satunya bagiku”, seperti statement pengkhianatn hati kepada Sang Khaliq.
“Bila dirimu sekarang sedang menunggu seseorang untnk menjalani kehidupan menuju ridho-Nya, bersabarlah dengan keindahan. Demi Allah, dia tidak datang dengan ketampanan, kecantikan, kepintaran, ataupun kekayaan. Tapi Allah-lah yang menggerakkan. Janganlah tergesa untuk mengekspresikan cinta kepada dia sebelum Allah mengijinkan. Belum tentu yang kau cintai adalah yang terbaik untukmu. Saiapakah yang lebih mengetahui mealinkan Allah? Simpanlah segala bentuk ungkapan cinta dan derap hatimu rapat-rapat, Allah akan MENJAWABNYA dengan lebih INDAH di saat yang TEPAT.”
Satu hal yang pasti, saya pun manusia, wanita, dengan perasan sebagaimana wanita pada umumnya yang butuh cinta di hati. Tapi satu pinta dan harapku saat ini, jika aku jatuh cinta, maka jatuhkan cintaku pada seorang yang menjatuhkan cintanya pada Allah. Jika ia baik bagiku, maka pertemukan kami dengan syariat, tapi jika ia bukan untukku, jauhkan hatiku darinya danjauhkan ia dariku dengan cara yang baik.
Suatu saat, pasti akan kita temukan cinta sejati.


Selamat menjemput cinta sejatimu!


Kebahagiaan ....?



Tulisan ini saya buat ketika saya teringat psikotes saat interview oleh seorang psikiater dari FK dalam ajang mawapres tingkat fakultas.
Saat saya sampaikan ke beliau bahwa bapak “hanya” seorang penjual es balok, beliau bertanya.
“apa cita-citamu?”
Hmm.... sejenak berfikir (cita-cita kok difikir ya? ^^)
“saya ingin sebagaimana orang-orang yang sekarang saya lihat 'sukses' dengan ilmunya..S1, S2, S3”.. jawab saya dengan sedikit ragu. Ragu?? Bukan ragu karena tidak yakin akan takdir kelak, tapi ada tanya di sudut hati, benarkah itu yang saya inginkan?
(sekilas, saya dengar juga peserta di samping saya brbicara dengan lantang akan keinginannya untuk s1-s3.)
Dengan wajah “angkuh” (saya maklum, karena beliau lebih berilmu dari saya), beliau bertanya lagi
“kenapa kamu pengen segitu tingginya sekolah?”
“saya ingin, perjuangan bapak saya tidak sia2...”
“kalo kamu dapet tawaran kerja di RS terpencil, RS kendal misalnya (emangnya kendal tu terpencil ya), Kamu terima?”
Dengan nada lirih saya jawab (soalnya waktu tu pas kelaperan..bukan ding, tapi memang ada “sesuatu” yang membuat jawaban saya lirih..)
“ya, kalo itu memang bisa menjadi batu loncatan untuk saya bisa meraih harapan yang lebih tinggi kenapa nggak...”
Beliau dengan tegas langsung menjawab
“apakah kamu akan dengan mudah “nrimo” sama kerjaan seadanya, demi bapakmu yang tukang es itu..?”(agak miris sya menulisknnya, jujur, dlam hati saya “agak” tidak suka dengan pertanyaan itu)
Saat itu, saya protes, memang ada apa dengan pekerjaan itu?? Anda seperti menyepelekanya? Perlu Anda tahu ya, karena pekerjaan itu, 3 anak trmasuk saya bisa kuliah di perguruan tinggi negeri yang cukup ternama!
Hari ini, saya terfikir, bahwa sebenarnya beliau menguji mental saya, apakah cukup pada keberhasilan sesaat, atau inginkan sbuah hasil besar meski dengan perjuangan yang tidak ringan dan tak singkat....
Sekaligus pelajaran, bahwa kebahagiaan tak dinilai hanya dari keberhasilan kita meraih apa yang kita inginkan, krna manusia memiliki rasa tidak pernah puas..
So..kebahagiaan itu... hatimu yang mencipta... Satu keyakinan saya saat ini, apapun yang saya pilih, selama itu untuk kebermanfaatan banyak pihak, dan kebahagiaan banyak orang terutama orang yang kita kasihi, maka kebahagiaan akan datang dengan sendirinya pada kita...
Suatu hari, sekedar dalam perenungan tentang hidup saya, saya bertanya pada orang-orang di sekeliling, bagaimana sebenarnya mereka memaknai hidup.
Kata kakak pertama saya, makna hidup itu....ada tujuan besar dalam kehidupan ini. Susah, senang.. ada porsinya. Allah tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya. Suami beliau (alias kaka ipar saya), memaknai hidup itu menjadikan sluruh aktivitas hidup untuk ibadah, bermanfaat bagi banyak makhluk, sabar dalam kelebihan maupun kekurangan, menikmati proses....
Sedang kakak kedua memaknai hidup.... itu "LEWAT", persinggahan sementara. (hmm.. so simple.. fikir saya saat itu)
Sahabat saya memaknai hidup dengan dua kata, USAHA dan IBADAH.
Then... bagaimana kamu memaknai hidup?

“Khoirunnas anfa’uhum linnas”
Selamat memilih jalan hidup, selamat menebar manfaat, selamat ber-fastabiqul khoirot!



Semua untukmu....


Gerimis itu syahdu, Sesyahdu hati dalam diammu
Gerimis itu sejuk, Sesejuk embun di rerumput pagi rumahmu
Gerimis itu ada harap
Kala mentari terbit usainya Karna pelangi indah menyapa ramah senyummu
Syahdu, Sejuk, Dan penuh harap!
Itu yg kulihat padamu


Tiap garis wajahmu adalah uraian kata
Tiap katamu adalah uraian doa
Doa yg terselip dalam kesyahduan wajahmu
Mungkin harapmu tak tampak, Tapi wajahmu mengurainya
Harapan, keyakinan, dan cinta ....
Aku melihatnya..
Maka...tanpa kau berucap
Akan kulakukan semua untukmu..
Bukan untukku... tapi untukmu.....

Senin, 14 November 2011

MEMBENTUK RUMAH TANGGA ISLAMI


Dalam hiruk pikuk SEA Games 2011 ini, melihat peserta yang demikian besar semangat demi negara tercinta, serta even pemilihan DAI Muda d salah satu stasiun TV, saya sempat terfikir bagaima tercetak muda mudi yang demikian luar biasa, di tengah banyaknya kasus-kasus kriminal oleh kaum muda juga. Darimana mereka dapatkan kemauan untuk berprestasi, darimana mereka peroleh semangat untuk maju dan memajukan? Hmm..saya jadi teringat ungkapan bahwa "rumah adalah pendidikan pertama anak" (agak mekso ya?harusnya Ibu tempat pendidikan pertama anak ^^ ga beda jauh lah). pastilah background pendidikan mereka di rumah minimal berpredikat "Baik". Akhirnya, saya terfikir untuk membuat tulisan tentang "keluarga". (Hmm....bukan karena saya yang ingin segera berkeluarga..hehe).
Baik atau tidaknya sebuah keluarga, saya rasa dan saya yakin cukup berpengaruh kepada bagaimana anak menjalankan perannya dalam masyarakat. Baik tidaknya keluarga, saya rasa dan saya yakin (lagi), pastilah berawal dari "permulaan" yang baik, minimal dari niat orang tua dahulu membentuk rumah tangga.
Nah, mau tidak mau, kita sekarang perlu juga menilai bagaimana awalnya rumah tangga harus dibangun. Sebagai manusia yang memang sudah memiliki fitrah menyukai keindahan dan kedamaian (kecuali yang tidak Allah turunkan cinta atasnya), tentunya menjadi impian setiap orang untuk mampu membentuk rumah tangga yang islami. Namun, tidak semua mengetahui dan memahami apa makna yang terkandung dalam sebuah rumah tangga Islami.
Dalam sebuah rumah tangga Islmi, terdapat beberapa hal mendasar yang menjadi ’bumbu pemanis’. Diantaranya yaitu kecintaan yang kemudian menumbuhkan romantisme dalam rumah tangga. Hal ini yang membentuk sebuah keharmonisan dan mendorong terciptanya ketenangan dalam rumah tangga.
Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Quran Surat Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut.
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-NYA adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-NYA diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Maka, sudah menjadi ketentuan Allah bahwa dalam rumah tangga yang Islami akan tercipta pula ketenteraman di dalamnya.
Namun, membangun rumah tangga Islami tentunya tidak dengan cara yang mudah, tetapi tidak pula berat untuk memulainya. Ada beberapa syarat untuk dapat membangun sebuah rumah tangga Islami.
  1. Niat
Niat yang ditumbuhkan yaitu untuk membangun ketaatan kepada Allah dan membangun keikhlasan atas ketentuan-NYA. Keikhlasan ini kembali pada niat yaiut diniatkan kepada Allah. Setiap hal ditempatkan pada tempat yang benar dan tepat, baik orang maupun waktu (masa).
Berkaitan dengan niat ini, Aisyah pun meriwayatkan dari Rosulullah berkata bahwa tidak ada hijrah setelah Fathhul Makkah, tetapi ada jihad dan NIAT. (mungkin ada yang tahu hadits lengkapnya?)
Lalu, apa sebenarnya makna sebuah keikhlasan??
Betapa agung makna yang terkandung dibalik keikhlasan. Ketenangan, keistiqomahan, dan dari kekikhlasan pula kita membangun pribadi yang tawadhu. Maka, jangan beranikan untuk menikah jika belum memiliki keikhlasan!! (penegasan dari ustadz Soleh).
Hmm... demikian dalamnya arti keikhlasan. Ya, sepertinya ini juga yang pernah disinggung dalam film ”kiamat sudah dekat”. Masih ingat bukan, ketika keikhlasan menjadi kunci penentu jadi tidaknya tokoh di film itu menikah.

2. Cinta
Letakkan cinta yang Allah berikan hanya untuk Allah. Rasa kasih sayang yang diberikan pada sesama muslim pun haruslah berlandaskan cinta kepada Allah.
Cinta akan menjadi manis ketika dilandasi keimanan kepada Allah. Sedangkan parameter manusia telah merasakan manisnya keimanan yaitu ketika hidup terasa tenang, dan tidak ada rasa iri.
Terdapat 3 perkara yang mendatangkan manisnya keimanan.
  1. Mencintai Allah dan Rosul-NYA melebihi kecintaan kepada yang lain.
  2. Mencintai seseorang karena Allah.  Ia adalah salah satu orang yang mendapat naungan ketika tidak ada naungan selain selain naungan Allah.
  3. Membenci tindakan kekafiran, kembali kepada kemaksiatan, sebagaimana ia membenci neraka.

Tidak dapat dipungikiri, bahwa terkadang, kita menetapkan kriteria untuk calon kita. Hal ini tentunya tidak dilarang, tetapi, alangkah baiknya kita lihat pula diri kita. Seperti apa kita, Allah akan berikan yang sesuai dan tepat. Maka, ketika kita menginginkan si Fulan atau si Fulanah menjadi suami atau istri, jangan berdoa ”jadikan ia istri/suamiku”. Ungkapan ini seperti ungkapan perintah. Tetapi alangkah baiknya, jika kita berusaha menjadi yang terbaik, ya, walaupun pasangan itu pun saling melengkapi kekurangan dan kelebihan.beberapa dari kita, termasuk saya, mungkin memang tidak meminta seorang yang sempurna, tetapi kita ingin seseorang yang ia pun membutuhkan kita untuk menjadi lebih baik. Selanjutnya serahkan semuanya kepada Allah, karena hanya Dia yang Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-NYA.

So, dari permulaan yang baik ini, berharap akan terbentuk rumah tangga-rumah tangga yang tegak di Atas Landasan Ibadah, dengan nilai-nilai Islam dapat terinternalisasi secara Kaffah, qudwah yang nyata, memposisikan masing-masing anggota keluarga sesuai syariat dengan kebiasaan Ta’awun dalam menegakkan adab-adab Islam, rumah terkondisikan bagi terlaksananya Peraturan Islam, tercukupinya Kebutuhan Materi secara wajar, Rumah Tanggga dihindarkan dari hal-hal yang tidak desuai dengan demangat Islam, hingga anggota keluarga terlibat Aktif dalam Pembinaan Masyarakat, dan Rumah Tangga terjaga dari Pengaruh Lingkungan yang Buruk. Dari karakter-karakter inilah diharapkan akan tumbuh dan berkembang generasi-generasi muda yang penuh loyalitas, dedikasi, dan bersemangat tinggi untuk turut menegakkan syariat Islam demi negara yang bermartabat.

Wallahu a'lam.

NB:
(Beberapa diambil dari Catatan Tatsqif 4 Desember 2009. bersama Ust. Solahudin)