Minggu, 28 Juli 2013

IDEALISME PROFESI



 
 "Ketika kita mampu menciptakan cita-cita (mimpi), harusnya keberhasilan juga dapat diciptakan.
Jika Anda bisa membuat cita-cita harusnya Anda juga dapat meraih cita-cita" (‪HP)


Saya sadar… realisasi proses perjalanan kehidupan ini tak sesederhana secarik kertas bergambar yang saya sebut life mapping. Kesulitan dan kemudahan, bahagia dan sedih, puas dan kecewa, serta berbagai rasa lain akan menjadi pelangi yang mewarnai proses mewujudkan realita. Tetapi, saya juga sadar,bahwa kekuatan dan keistiqomahan dalam mewujudkan mimpi adalah modal terpenting untuk mewujudkan kenyataan seideal life mapping.

Berawal ketika melihat program di sebuah stasiun TV swasta yang menayangkan kakak tingkat saya dari satu atap yayasan pemberi beasiswa, semakin banyak yang hadir dalam fikir dan hati. Jika kebanyakan peraih mimpi, termasuk beliau yang dikatakan sukses sebagai dokter anak penjual gorengan, sampai saat ini saya masih bertanya-tanya kenapa Allah mentakdirkan saya berada di profesi perawat, bukan profesi yang sudah memiliki brand “tingkat tinggi”. Sangat teringat ucapan Bapak saya, seorang pedagang es batu, juga mantan tukang kayu, ketika sedikit menyesalkan saya yang “hanya” menjadi seorang perawat, bukan dokter, profesi yang kata orang sangat menjanjikan. Saya sendiri tidak bisa menyalahkan siapa pun ketika sekian tahun yang lalu saya memutuskan memilih Studi Ilmu Keperawatan saat memasuki bangku pendidikan tinggi. Mungkin, karena dulu saya tak mengenal mimpi, dan tak mengenal keberanian untuk meraih mimpi, maka saya pun tak berani mengambil tantangan untuk mencoba pendidikan dokter. Ketakutan atas kondisi orang tua yang saat itu sedikit membuat saya ragu untuk melanjutkan pendidikan tinggi, akhirnya saya memilih “apa adanya”.

Yayasan pemberi beasiswa yang memperkenalkan saya apa itu mimpi, apa itu keberanian untuk meraih mimpi, dan apa itu keistiqomahan untuk membangun mimpi meski dalam keterbatasan.

Hei… jika ia masih menerima kiriman dari orang tua untuk biaya kos, “transfer” dari Bapak dan Mae adalah hal memalukan bagi saya. Untuk meminta duit bahkan ketika kondisi paling mepet pun menjadi pertimbangan akhir untuk meminta dari beliau-beliau. Bukan karena Mae dan Bapak tak peduli saya, tetapi saya malu melihat beliau sudah cukup keras untuk membiayai kuliah dua kakak saya. Mengenal teman-teman dalam yayasan beasiswa membuat saya malu untuk tergantung pada biaya dari orang tua. Kerja sambilan? Bukan sesuatu yang special bagi saya, tidak hanya satu dua yang saya lakoni, berbagai kerja sambilan mau tidak mau menjadi makanan keseharian saya. Tidak makan bahkan sampai dua hari pun pernah saya alami beberapa kali, ketika rasa malu mulai muncul untuk meminta bantuan teman-teman yang sudah sering banyak membantu. Saya pun sadar, tidak hanya saya, atau kakak saya yang tampil di layar kaca, banyak para peraih mimpi yang berawal dari keterbatasan. Saya bukan satu-satunya yang tengah berjuang keras, bukan pula yang paling memiliki kisah kerasnya perjuangan, tetapi saya hanya satu dari ribuan pembangun mimpi.

Dan ketika baru-baru ini Bapak ternyata masih menginginkan saya menjadi dokter, adalah sesuatu yang cukup “memukul” profesi ini bagi saya, karena nyatanya “perawat” masih belum cukup menghilangkan kekecawaan beliau. Pun ketika saat ini profesi perawat tengah dihadapkan dengan kesulitan dalam pegesaha RUUK, saya semakin yakin bahwa ada sesuatu dibalik takdir-Nya, tak mungkin Allah “menceburkan” saya  ke dalam profesi ini jika bukan karena ada hikmah di baliknya. Pun ketika melihat tayangan ini, saya terinspirasi untuk suatu saat, Indonesia bisa melihat saya, bukan sebagai saya, tetapi sebagai seorang perawat yang mampu menginisiasi sesuatu sehingga mampu membuka mata terutama birokrasi untuk menambah pertimbangan mereka dalam menolak pentingnya RUUK. Saya yakin, ketika suatu hari nanti saya bisa mendatangkan manfaat besar untuk profesi yang kini ditakdirkan untuk saya, akan ada kebahagian tidak hanya untuk identitas profesi perawat, tetapi juga untuk bapak… Yang meski “sekedar” penjual es keliling, mampu melahirkan seorang berprofesi hebat.. PERAWAT. Bahwa seorang perawat, adalah profesi yang mulia baik di mata Allah maupun di mata manusia.  

Pencerah Nusantara ada di depan mata, maka saya “sekedar” “menebak ketentuan-Nya. Berharap.... diri ini mampu melejitkan identitas profesi perawat melaluinya. Tidak salah bukan,  untuk menegakkan idealisme keprofesian saat dalam pengabdian kepada bangsa ini? Karena identitas profesi perawat, adalah kepentingan khalayak banyak. 

Saya yakin, bisikan doa orang-orang yang dekat dengan-Nya, akan menjadi modal besar bagi saya untuk mewujudkan mimpi ini. Someday akan menjadi something, untuk keluarga, profesi, agama, dan bangsa Indonesia.


Tetaplah berjuang ,sebagai PERAWAT! I DO LOVE MY JOB!! AND WE HAVE TO LOVE IT.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left message here...