
"Ketika kita mampu menciptakan cita-cita (mimpi), harusnya keberhasilan juga dapat diciptakan.
Jika Anda bisa membuat cita-cita harusnya Anda juga dapat meraih cita-cita" (HP)
Saya sadar… realisasi proses perjalanan kehidupan ini tak sesederhana secarik kertas bergambar yang saya sebut life mapping. Kesulitan dan kemudahan, bahagia dan sedih, puas dan kecewa, serta berbagai rasa lain akan menjadi pelangi yang mewarnai proses mewujudkan realita. Tetapi, saya juga sadar,bahwa kekuatan dan keistiqomahan dalam mewujudkan mimpi adalah modal terpenting untuk mewujudkan kenyataan seideal life mapping.
Berawal ketika
melihat program di sebuah stasiun TV swasta yang menayangkan kakak tingkat saya
dari satu atap yayasan pemberi beasiswa, semakin banyak yang hadir dalam fikir
dan hati. Jika kebanyakan peraih mimpi, termasuk beliau yang dikatakan sukses sebagai
dokter anak penjual gorengan, sampai saat ini saya masih bertanya-tanya kenapa
Allah mentakdirkan saya berada di profesi perawat, bukan profesi yang sudah
memiliki brand “tingkat tinggi”. Sangat teringat ucapan Bapak saya, seorang
pedagang es batu, juga mantan tukang kayu, ketika sedikit menyesalkan saya yang
“hanya” menjadi seorang perawat, bukan dokter, profesi yang kata orang sangat
menjanjikan. Saya sendiri tidak bisa menyalahkan siapa pun ketika sekian tahun
yang lalu saya memutuskan memilih Studi Ilmu Keperawatan saat memasuki bangku
pendidikan tinggi. Mungkin, karena dulu saya tak mengenal mimpi, dan tak mengenal
keberanian untuk meraih mimpi, maka saya pun tak berani mengambil tantangan
untuk mencoba pendidikan dokter. Ketakutan atas kondisi orang tua yang saat itu
sedikit membuat saya ragu untuk melanjutkan pendidikan tinggi, akhirnya saya
memilih “apa adanya”.
Yayasan
pemberi beasiswa yang memperkenalkan saya apa itu mimpi, apa itu keberanian
untuk meraih mimpi, dan apa itu keistiqomahan untuk membangun mimpi meski dalam
keterbatasan.
Hei… jika ia
masih menerima kiriman dari orang tua untuk biaya kos, “transfer” dari Bapak
dan Mae adalah hal memalukan bagi saya. Untuk meminta duit bahkan ketika kondisi
paling mepet pun menjadi pertimbangan akhir untuk meminta dari beliau-beliau. Bukan
karena Mae dan Bapak tak peduli saya, tetapi saya malu melihat beliau sudah
cukup keras untuk membiayai kuliah dua kakak saya. Mengenal teman-teman dalam
yayasan beasiswa membuat saya malu untuk tergantung pada biaya dari orang tua. Kerja
sambilan? Bukan sesuatu yang special bagi saya, tidak hanya satu dua yang saya
lakoni, berbagai kerja sambilan mau tidak mau menjadi makanan keseharian saya.
Tidak makan bahkan sampai dua hari pun pernah saya alami beberapa kali, ketika
rasa malu mulai muncul untuk meminta bantuan teman-teman yang sudah sering
banyak membantu. Saya pun sadar, tidak hanya saya, atau kakak saya yang tampil
di layar kaca, banyak para peraih mimpi yang berawal dari keterbatasan. Saya
bukan satu-satunya yang tengah berjuang keras, bukan pula yang paling memiliki
kisah kerasnya perjuangan, tetapi saya hanya satu dari ribuan pembangun mimpi.
Dan ketika
baru-baru ini Bapak ternyata masih menginginkan saya menjadi dokter, adalah
sesuatu yang cukup “memukul” profesi ini bagi saya, karena nyatanya “perawat” masih
belum cukup menghilangkan kekecawaan beliau. Pun ketika saat ini profesi
perawat tengah dihadapkan dengan kesulitan dalam pegesaha RUUK, saya semakin
yakin bahwa ada sesuatu dibalik takdir-Nya, tak mungkin Allah “menceburkan” saya
ke dalam profesi ini jika bukan karena
ada hikmah di baliknya. Pun ketika melihat tayangan ini, saya terinspirasi
untuk suatu saat, Indonesia bisa melihat saya, bukan sebagai saya, tetapi
sebagai seorang perawat yang mampu menginisiasi sesuatu sehingga mampu membuka
mata terutama birokrasi untuk menambah pertimbangan mereka dalam menolak
pentingnya RUUK. Saya yakin, ketika suatu hari nanti saya bisa mendatangkan
manfaat besar untuk profesi yang kini ditakdirkan untuk saya, akan ada
kebahagian tidak hanya untuk identitas profesi perawat, tetapi juga untuk bapak…
Yang meski “sekedar” penjual es keliling, mampu melahirkan seorang berprofesi
hebat.. PERAWAT. Bahwa seorang perawat, adalah profesi yang mulia baik di mata
Allah maupun di mata manusia.
Pencerah
Nusantara ada di depan mata, maka saya “sekedar” “menebak ketentuan-Nya.
Berharap.... diri ini mampu melejitkan identitas profesi perawat melaluinya. Tidak salah bukan, untuk menegakkan idealisme keprofesian saat dalam
pengabdian kepada bangsa ini? Karena identitas profesi perawat, adalah
kepentingan khalayak banyak.
Saya yakin,
bisikan doa orang-orang yang dekat dengan-Nya, akan menjadi modal besar bagi
saya untuk mewujudkan mimpi ini. Someday akan menjadi something, untuk
keluarga, profesi, agama, dan bangsa Indonesia.