Rabu, 05 Desember 2012

BERUNTUNG ITU…… (Sebuah kritik terhadap hati…)



“hanya.. aku ga seberuntung kamu”
Agak tersentak dengan seseorang teman baru yang berkata ini terhadap saya. Sentakan, yang mungkin karena saya jauh lebih sering berkata itu dalam hati meski saya tahu itu pertanda betapa kurang bersyukurnya saya terhadap rahmat Allah.
Teringat dengan sebuah status yang saya posting beberapa waktu lalu tentang rizki, ikhtiar, dan keberuntungan. Seorang memberi comment, “apa itu beruntung?”
Pertanyaan sepele. “Apa itu beruntung”
Tapi saya rasa, ini menyangkut (atau bisa jadi sangat berkaitan) dengan tingkat keimanan kita. Seorang berkata, “Beruntung itu satu tingkat di atas rizki”. Mungkin benar, atau memang benar adanya. Keberuntungan itu bisa dikatakan sebagai satu tingkat di atas rizki. Mungkin, karena ia adalah sesuatu yang datang meski tanpa dengan “usaha”. Ada pula seorang yang mengaitkan “syukur” dan beruntung, bahwa beruntung itu akan terasa jika hati bersyukur atas keadaan yang ada.
Hmm….
Bagi saya.. beruntung itu RASA.
PASTINYA. Apapun berbagai definisi yang ada, ini yang pasti!
Seringkali rasa “bersalah” sangat mengganggu hati saya (bukan galau ya..) ketika “rasa” ini hadir. Seperti tinta yang jatuh di seragam perawat saya, rasa itu seakan menjadikan setiap amalan saya berkurang nilainya. Saat terucap dalam hati “aku tak seberuntung ‘dia’”, atau “ah, dia hanya lebih beruntung dariku, aku hanya butuh usaha yang ‘lebih’ darinya” . Bisikan yang tidak semestinya ada untuk ornag-orang yang “mengaku” beriman.
Tapi saya rasa juga, perasaan ini banyak ditemui sebagai rasa yang patut di”fenomena”kan. Sadar atau tidak, IMAN kita lah yang dipertaruhkan. Teringat saat seorang sahabat saya bertanya, kenapa ayat fa bi ayyi aalaa-i Robbikuma tukadzdzibaan (Nikmat manakah yang kamu dustakan) berulang-ulang difirmankan dalam surat Ar Rahman? Tanpa menyalahi tafsir AlQuran, saya fikir itu karena Allah Tahu… sekian waktu setelah Allah menurunkan ayat itu, akan ada saya dan Anda yang memiliki dan tidak memiliki “rasa” itu. Bukankah Allah Mahatahu? Bahkan banyak hamba-Nya yang terang-terangan kurang mensyukuri “nikmat”, tak bisa memahami hakikat “nikmat”, atau bahkan takdir terlalu “kejam” (lagu siapa ya…)
Lihat saja…
Bagi seorang mahasiswa biasa, mungkin akan merasa tak seberuntung mahasiswa lain yang bisa meraih prestasi gemilang bahkan mampu ke luar negeri meski “sekedar” karena “padnai” berkolega.
Seorang mahasiswa tak “berpunya” bisa jadi merasa tak seberuntung mahasiswa “berpunya” lain yang cukup belajar, beraktivitas, nongkrong, dll tanpa berfikir besok adakah tersisa uang untuk makan?
Bagi seorang yang sudah mencoba banyak hal tapi belum dapat meraih mimpinya, mungkin akan merasa tak seberuntung orang lain yang demikian mudahnya dihadapkan pada mimpi-mimp yang ingin diraihnya.
Bagi seorang sarjana pengangguran, pastilah merasa tak seberuntung rekannya yang sudah lebih mapan.
Bagi seorang lulusan SMA atau SMP, akan merasa kurang beruntung dibanding kita-kita yang merasakan bangku kuliah. Dna bagi seorang mahasiswa bisa jadi tak seberuntung anak pengusaha yang tak perlu “susah” kuliah untuk sebuah “status”.
Bagi seorang yang masih lajang, bisa jadi merasa tak seberuntung orang lain yang dengan mudah menemukan jodohnya, atau bahkan seorang yang sudah menikah justru merasa tak seberuntung kita-kita yang masih lajang yang bisa “lebih banyak” melakukan hal yang disukai tanpa “hambatan”. Si A yang merasa tak seberuntung si B yang mendapatkan pendamping “ideal”, atau justru sebaliknya si B merasa tak seberuntung si A yang memiliki pendamping lebih “ideal”.
Bagi seorang mertua dari menantu sekedar “kuli” bisa jadi masih merasa tak seberuntung mertua dari seornag “PNS”an.
Bagi seorang yang sudah menikah sekian tahun tanpa momongan, pastinya merasa tak seberuntung mereka yang sudah mendapat momongan dalam waktu singkat setelah menikah, atau justru seorang ibu yang merasa tak seberuntung wanita tanpa anak yang merepotkanya,
Bagi seorang berpenyakitan, sepertinya akan merasa tak seberuntung orang-orang yang bisa menghirup udara bebas tanpa kekhawatiran akan kehilangan hidupnya.
Dan saya rasa masih banyak pemisalan-pemisalan lain yang jikasaya tuliskan bisa membuat keriting jari saya. ^_^
Fenomena inilah yang saya rasa menjadi hal yang patut difenomenakan. Bagaimana tidak? Saya fikir, ia menyangkut keIMANan kita. Sadar atau tidak, kita sering “menghakimi” Allah dengan rasa kurang beruntung yang sadar atau tidak sering tumbuh dalam hati kita. Dan sadar atau tidak pula, mungkinrasa itu pun seringkali mengotori segumpal daging milik saya ketika keterbatasan dirasakan dalam menggapai asa, meski syukur masih bisa terucap, merasa beruntung berada di tengah-tengah orang yang mengajari saya bagaimana semestinya lebih bersyukur.
‘Ala kulli hal, saya rasa tak ada yang salah dengan rasa itu. Karena memang manusia demikian adanya. Sayangnya… orang sering terlalaikan dengan potongan firman Allah dalam sebuah ayat Al Quran “Manusia adalah tempat berkeluh kesah…”, tanpa sadar bahwa terdapat pengecualian. “.. kecuali mereka yang mendirikan sholat”. Jika saja hati sellau bisa diajak kompromi untuk menerima firman-Nya.. “Apabila kalian berusaha untuk menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan mampu menghingganya.” (Qs. Ibrahim: 24). Dan sebagaimana yang saya tuliskan di awal.. beruntung itu RASA, sesuatu yang bisa menjadi kata kerja jika kita yang mengusahakan untuk menghadirkannya atau menepisnya demi syukur yang ingin terus terucap. Atau.. ia pun bisa menjadi kata Benda, ketika kita membiarkannya berdiam dalam hati, menjadi rasa-rasa menumpuk yang menghadirkan kekecewaan.
IMAN.. tak hanya diucap dari lisan, tapi ia hadir dari hati. Saat kata syukur ada dalam setiap ujian, dan kesabaran selalu terpatri dalam setiap nikmat yang dirasa.

Ya Allah…Jangan pernah cabut rasa syukur kami kepada-Mu dari hati kami..Tetapkan hati kami untuk bersabar dalam setiap ujian dan bersyukur dalam setiap nikmat-Mu..Tetapkan hati kami untuk bersyukur dalam setiap ujian dan bersabar dalam setiap nikmat-Mu..Amien Ya Muqollabal Qulub.. 
(Tulisan ini hanya sebagai wujud fikirku terhadap fenomena di depan mata, mohon maaf jika ada pihak yang kurang berkenan, semoga bermanfaat)
Rabu, 5 Desember 2012
00:28


“Find My Way”
(edcoustic)

You give me hope to realize the reason WHY AND WHAT AM I LIVING FOR…
After so long follow my feet, Looking for life that You have given me
As I remember those days the  darkness time…
When I was not caring YOU were there
Now I care to take this way so clean
AND I FEEL SO PROUD TO BE MUSLIM GUY

*And now how so GREAT that I feel
Living up to the light, WITH YOU INSIDE MY HEART..
 And I could never be the same Without you involve in On me to try to find the way

Now I believe in anyway  that YOU WILL ALWAYS HERE INSIDE MY MIND
And I believe YOU’LL ALWAYS hear
And every beat.. the trembling of my heart
Every time I pray I cry for You
And I feel the peacefull of my soul
To obey in every word You say
When the time  has come,let me die in Ypur way..

*And now how so great that I feel
Living up to the light, with You inside my heart..
 And I could never be the same Without you involve in
On me to try to find the way
On me to try to find the way



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Left message here...