Senin, 24 Desember 2012

“THE PURSUIT of HAPPINESS”



Mengejar Bahagia
(kali ini bukan tentang cinta
tapi tentang perjuangan....) 


Ini bukan resensi film, bukan juga trailer sebuah film Hollywood, apalagi iklan. Ini “sekedar” ilmu hidup yang saya peroleh dari film yang baru saya tonton malam ini. Entah kau menilai dari segi mana, saya hanya ingin berbagi pikiran. Saya rasa, kau yang tengah memperjuangkan sesuatu, atau kau yang tengah “mencari” harta bernama KEBAHAGIAAN tak sia-sia jika menonton film ini. (setidaknya membaca tulisan ini…) ^_^

Film yang (katanya) diambil dari kisah nyata, mengisahkan seorang pialang saham yang memulai karirnya dari NOL, saat istrinya harus meninggalkannya, saat ia harus menjadi single parent untuk anaknya yang baru berusia 5 tahun sementara ia harus “mewujudkan” mimpinya (ko tumben yak, momen hari ibu tapi pelmnya berkisah ayah single parent ;-) selamat hari ayah… [lho??]). Alhasil, ia terus “menjual” sebuah alat kesehatan (kalo ga salah, nggak tau, sekotak alat yang dikira seorang gila itu mesin waktu) sambil masih bekerja magang di sebuah perusahaan besar yang ia inginkan. Taukah? Keinginanya untuk bekerja disana, “hanya” berawal senyum beberapa orang disana yang ia ligat, tampak “tersenyum bahagia” dalam pandangannya. Kebahagiaan yang sangat ingin ia rasakan.
Hei… lihatlah, sekedar senyum, bisa membuat seseorang menciptakan MIMPI. Masih ragu untuk “sekedar” tersenyum?

Banyak statement-statemen menarik di film ini. banyak pula kejadian-kejadian menarik yang saya rasa seringkali ditemui dalam hidup, Hmm…. pastinya dalam hidup saya… entah di hidupmu. ^_^

Sangat suka, meski kasihan juga. Saat Chris-tokoh utama daam film- harus mengajak anaknya untuk berdagang. Di sela-sela, ia mengikuti keinginan anaknya untuk  bermain basket. Saat ia melarangnya untuk terus bermain sehingga anaknya mulai bersedih, Chris berucap kata-kata luarbiasa!

“Berjanjilah, jangan pernah biarkan sesorang mengatakan kau tak bisa melakukan sesuatu,. bahkan Ayah! ….

Orang tak becus melakukan sesuatu, lalu mengatakan kau tak bisa. Kau punya mimpi, maka raihlah. TITIK!”


Sebagaimana cerita motivasi “katak tuli” (pernah membacanya bukan?), seringkali orang membatalkan rencananya untuk membuat mimpi “hanya” karena orang lain mengatakan ia tak bisa. Hei.. kita berhak untuk bermimpi. Teruslah bermimpi, dan raihlah!

Cukup geli, saat Chris harus meminjamkan “hanya” 5 dolar yang ada di dompetnya untuk salah satu bos di kantor tempat ia magang. Heih…. Bagi bosnya, 5 dolar  mungkin bukan apa-apa, sekedar untuk bayar parkir, tapi di lain sisi, 5 dolar sangat berarti untuk 1 hari Chris bersama anaknya. Itulah hidup, satu sisi, sekian mungkin hanya “mainan”, tapi jangan pernah lupakan bahwa sekian itu cukup untuk orang lain “mencipta” sesuatu yang besar. Belum lagi, bertepatan ia tak mendapat antrian untuk mendapat tempat tinggal gratis, meski ia sudah BERLARI seusai kerja-sebagaimana biasanya- untuk bisa peroleh tempat hangat untuk anaknnya. Alhasil…. Tau sendiri… ia harus bisa “mengakali” anaknya untuk tidur di toilet stasiun. Hmm…. (namanya juga film, di”dramatisir”, sudah jatuh tertimpa tangga. ;-)

Dalam film ini, sangat tampak kegigihannya dalam meraih mimpi. Ia terus berlari bekerja mengejar waktu, peluang hanya 1% akan ia coba meski harus lelah ia rasakan. Kesulitan demi kesulitan tak membuatnya “loyo”. Ia melakukan hal sekecil apapun, tapi berarti menurutnya. Bahkan menjual darah pun ia lakukan untuk bisa menghidupi anaknya (huhu…jadi keinget bapak… whatever you would do to live me in, love you Pak…. T_T).

Tak jarang, ia harus “memakai” topeng, menyembunyikan bahwa dirinya tak lagi miliki mobil, menyembunyikan bahwa dirinya tak lagi miliki tempat hangat untuk tinggal, menyembunyikan bahwa ia harus minta belas kasihan gereja untuk sekedar berlindung dari dingin, menyembunyikan segala keterpurukan hidupnya dari dunia. Agak ironis memang, terus berbohong atas status diri. tapi saya rasa, ia tak sepenuhnya salah untuk tidak jujur dalam “bergaul”. Hei… hidup di dunia dengan banyak karakter orang, bisa jadi untuk mencapai sesuatu yang “prestise” kita harus tampak “prestise”.

Tak usah mengingkari, meski ada ungkapan “jangan lihat orang yang berbicara, lihat apa yang diucapkannya”, tapi hidup sering mengajarkan kita untuk melihat seperti apa yang berbicara kemudian akan memutuskan untuk mendengarkannya atau tidak. Dalam usaha untuk menjadi orang kaya, bagaimana bisa kita mendengarkan pembicaraan orang tentang mobil keluaran baru jika ia tak pernah membawa mobil? Atau, apa bisa orang mau mendengarkan seorang sales yang ia sekedar memakai kaos oblong, bau, dan dekil? Saya rasa, kebanyakan orang akan melihat penampilan orang yang berbicara (meski tak semuanya…).

Satu lagi statement menarik Chris untuk anaknya, ketika ia akhirnya bisa menjual sebuah alat sehingga bisa beroleh uang “lebih” (tentu saja lebih baginya). Saat anaknya sudah mulai terbiasa dengan “ketidaknyamanan” dan bersedia untuk tidur sekedar di toilet (yang ia sebut gua perlindungan dari mesin waktu), Chris justru berucap “beberapa hal terasa sangat menyenangkan saat pertama kali kau melakukannya, tapi kemudian tidak.”
Hei… saya rasa Chris tak bermaksud “boros” membuang-buang, atau bermewah-mewah atas “rejeki” yang ia peroleh. Hidupnya berhak untuk merasakan “kebahagiaan” yang ia cari. Sekali-kali, kesenangan memang perlu dirasakan, untuk membuat semangat berlebih agar bisa mendapat lebih esok hari. Kenyamanan yang membawa semangat untuk berusaha lebih  keras.

Di akhir cerita, sangat tampak kebahagiaan yang ia rasakan.

Yakinlah! Sekian kali kegagalan yang dialami, akan menciptakan kebahagian yang JAUUH LEBIH indah.
Jika saat ini kau gagal, nikmatilah, kemudian bangkitlah untuk membangun kembali mimpimu!


Cc: untukmu yang tengah jatuh bangun meraih mimpi, untukmu yang tengah mencari-cari pekerjaan layak, untukmu yang tengah mencari seonggok harta bernama “kebahagiaan”, ada dua ungkapan untuk kalian (dan saya)

Man Jadda wajada
Man Shobaro Zafiro

Saya tak pandai bercerita, semoga makna yang saya ingin ungkapkan bisa tertangkap. Hehe….

Bumi jihad
23 Desember 2012
23:20
NB: berharap ada film Islam pembangkit motivasi  yang booming, tidak hanya tentang “cinta” aja yang booming. :-p

Rabu, 19 Desember 2012

Bersalah karena "Cinta"



Hei…
Siapa bilang Jatuh cinta itu salah?
Rasa tak pernah salah
Tapi dia akan menjadi kesalahan, saat sikap tak bisa memegang kendalinya…
Dan disitulah hati menjadi penentu.
Kemana mata angin mengarah…
kemana musim bergeser.
Jangan pernah merasa bersalah atas rasa yang kau miliki
Melainkan…Bersyukurlah…
Bersyukurlah dengan menjaga kesucian “rasa”mu


Sepenggal statemen ini saya tulis bukan lantaran saya dalam kegalauan.. (ciyuss lho, saya ga galau!!), tetapi lantaran seorang saudari yang merasa bersalah atas rasa yang tiba-tiba muncul tanpa ia panggil.. Hmm… wait, mungkin sempat dipanggil…..dipanggil oleh perhatian dan doa. Dan saya rasa, ini tak terjadi hanya pada saudariku, tapi juga saudari yang lain. Jika saudariku membaca ini, semoga tidak menjadi mudharat untuknya (dan untuk saya juga).

Saya akui, saya bukan seorang yang faham betul soal bagaimana Islam “menjaga” kesucian. Saya terlalu naïf untuk berkata bahwa saya jauh dari hal-hal romantisme. Justru, bagi saya, semakin dekat dengan-Nya (setidaknya “dekat” dalam penafsran saya… ^_^ ), semakin dekatlah saya pada kisah-kisah romantisme yang seringkali menimbulkan “perang batin”. Setidaknya, itu yang saya rasakan setelah hampir 5 tahun ini mengenal “tarbiyah”. Tapi, saya juga bukan seorang “pejuang cinta” yang faham betul bagaimana semestinya cinta diperjuangkan.

Bagi sebagian orang, sebagian besar mungkin, jatuh cinta itu bukan sesuatu yang rumit. Dua orang lelaki dan perempuan saling tahu, saling mengenal, saling memberi perhatian, saling berbagi suka duka, kemudian saling memendam rasa, dan akhirnya muncullah si “cinta”. Akhirnya keduaya saling mengungkapkan, saling mengiyakan, dan mungkin berujung pada ikatan suci, atau malah sebaliknya setelah kebosanan hubungan dirasakan. (bahkan fenomena sekarang, berakhirnya hubungan yang mengatasnamaka “cinta” itu justru saat sudah melewati “perjanjian suci” bernama ijab qobul.. “Cinta” yang diagung-agungkan sebelumnya ternyata hanya bertahan 2 bulan, 1 bulan, 2 pekan, 4 hari, atau bahkan dalam hitungan jam? ckckck)

Tapi… bagi sebagian yang lain, mungkin sama banyak dengan bagian sebelumnya, jatuh cinta itu menjadi sesuatu yang rumit, bahkan mungkin sangat rumit (terlalu banyak kemungkinan).

Coba fikir, (eh, cukup bayangkan saja), saat rasa yang muncul justru menjadi “tali kendali” untukmu harus menjauh dari orang yang hatimu jatuh padanya, saat rasa yang muncul justru membuatmu harus diikat pada hal-hal yang bisa jadi mengharuskanmu memutar balik setir ke arah berlawanan. Atau justru, rasa itu membuatmu harus merasakan “pahit”nya cercaan dari beberapa pihak. Hei…. Tak ada yang tak mungkin. Itulah uniknya rasa yang bernama “cinta”. Saat tiada, ia dikejar hingga seringkali menciptakan rasa sakit. Tapi saat ia muncul… pyurr…. Seperti nyemplung di kubangan yang membuatmu harus memilih untuk menenggelamkan diri agar tidak malu atau muncul dengan pasang wajah tak  bersalah. Itulah “Cinta”. Memang ia "rasa" yang unik. Sekali lagi, ia adalah rasa yang unik. Ia bisa menjadi penolongmu saat menghadap Sang Khalik, atau sebaliknya, ia yang akan mendorongmu ke salah satu sisi saat di tepian jurang antara Keindahan dan Siksaan yang kekal.
Saudariku, jika boleh berpendapat-jika saya punya hak berpendapat-, cinta itu selalu indah. S.E.L.A.L.U. Hati selalu membuatnya indah. Hanya....sikap dan nafsu yang seringkali merusak keindahannya. Saat ada sebuah cara yang penuh hormat dan kesucian, tetapi harus “mengorbankan” beberapa cita duniawimu, maka saat itulah keindahannya kau pertaruhkan. Saat ada "pertemuan" yang lebih elegan, tetapi harus “mempertaruhkan” harga diri, maka saat itulah keindahanya kau pertaruhkan. Sama seperti hidup yang full of choice, seperti itu pula hati dan apa yang dirasa hati.
Saudariku, sekali lagi saya pertegas, bahwa rasa yang tengah kau miliki itu tak pernah salah. Tidak akan pernah ada kata salah untuknya!
Pun jika itu membuat layar bahtera hidupmu harus diputar arah, maka itulah tantangan untukmu. Pun jika itu mengubah senyum orang-orang di sekelilingmu menjadi cibiran, maka itulah konsekuensi untuk rasamu. Jika kau yakin rasa itu “patut” untuk diperjuangkan, maka saya berani sarankan, perjuangkan ia!! Ya… KEYAKINAN. Hanya kata ini yang perlu kau mantapkan. Yakinkah diri dan hatimu untuk memperjuangkannya. Bukan memperjuangkan untuk memenuhi segala yang diinginkan rasa, tapi memperjuangkan untuk memenuhi rasa dengan kesucian hati. 

Karna di atas segala rasa, masih ada IMAN yang menempati hati.
Saudariku, kita adalah makhluk "berharga". Mahasuci Allah yang menciptakan Islam dengan berbagai aturan yang meninggikan derajat kita para wanita terutama muslimah. Maka atas nama harga diri, jangan biarkan hanya seorang kau yang memperjuangkan apa yang memang dalam pandangmu patut diperjuangkan.
Hei…. Kita ini “barang” mewah. Jadikan diri kita seindah mutiara, hingga seseorang akan menempa dirinya untuk kemudian bernapas lega saat kau telah dibelinya. Jadikan diri kita semewah berlian, hingga seseorang akan bekerja keras untuk kemudian tersenyum bangga saat kita sudah ia miliki. Menjadi intan mutiara, lebih baik ketimbang sekedar menjadi kalung mainan di pinggir jalan bukan? Keduanya menghidupi penjual, tetapi dengan “nilai” yang berbeda. Seperti apa kau ingin dinilai, it’s your decision sista….
Saudariku, tulisan ini tak bermaksud sebuah omong kosong. Masih banyak yang ingin saya tuang, tapi mungkin hanya akan mendapat nilai “kosong” jika saya tulis sekarang. Tunggulah hingga saatnya tiba, saya kuasa tuliskan kisah yang mengakhirkan sebuah penantian pada sebuah kesucian “rasa” bernama CINTA.(ciee.....)
Mari saling mendoa, agar Allah menjaga kita dengan sepenuh “penjagaan” hingga tiba waktunya menjadi keindahan untuk kita, untuk orang yang kita cintai, untuk orang yang mencintai kita, dan untuk orang yang saling mendoa atas nama cinta karena Allah.
 

Allah bersama kesucian hati dan jiwa…

^_^

Rasa ini selalu Indah pada prinsipnya.. dan Hati yang suci akan senantiasa memperindahnya…

Bumi Cinta
18 Desember 2012
22:12

Rabu, 05 Desember 2012

BERUNTUNG ITU…… (Sebuah kritik terhadap hati…)



“hanya.. aku ga seberuntung kamu”
Agak tersentak dengan seseorang teman baru yang berkata ini terhadap saya. Sentakan, yang mungkin karena saya jauh lebih sering berkata itu dalam hati meski saya tahu itu pertanda betapa kurang bersyukurnya saya terhadap rahmat Allah.
Teringat dengan sebuah status yang saya posting beberapa waktu lalu tentang rizki, ikhtiar, dan keberuntungan. Seorang memberi comment, “apa itu beruntung?”
Pertanyaan sepele. “Apa itu beruntung”
Tapi saya rasa, ini menyangkut (atau bisa jadi sangat berkaitan) dengan tingkat keimanan kita. Seorang berkata, “Beruntung itu satu tingkat di atas rizki”. Mungkin benar, atau memang benar adanya. Keberuntungan itu bisa dikatakan sebagai satu tingkat di atas rizki. Mungkin, karena ia adalah sesuatu yang datang meski tanpa dengan “usaha”. Ada pula seorang yang mengaitkan “syukur” dan beruntung, bahwa beruntung itu akan terasa jika hati bersyukur atas keadaan yang ada.
Hmm….
Bagi saya.. beruntung itu RASA.
PASTINYA. Apapun berbagai definisi yang ada, ini yang pasti!
Seringkali rasa “bersalah” sangat mengganggu hati saya (bukan galau ya..) ketika “rasa” ini hadir. Seperti tinta yang jatuh di seragam perawat saya, rasa itu seakan menjadikan setiap amalan saya berkurang nilainya. Saat terucap dalam hati “aku tak seberuntung ‘dia’”, atau “ah, dia hanya lebih beruntung dariku, aku hanya butuh usaha yang ‘lebih’ darinya” . Bisikan yang tidak semestinya ada untuk ornag-orang yang “mengaku” beriman.
Tapi saya rasa juga, perasaan ini banyak ditemui sebagai rasa yang patut di”fenomena”kan. Sadar atau tidak, IMAN kita lah yang dipertaruhkan. Teringat saat seorang sahabat saya bertanya, kenapa ayat fa bi ayyi aalaa-i Robbikuma tukadzdzibaan (Nikmat manakah yang kamu dustakan) berulang-ulang difirmankan dalam surat Ar Rahman? Tanpa menyalahi tafsir AlQuran, saya fikir itu karena Allah Tahu… sekian waktu setelah Allah menurunkan ayat itu, akan ada saya dan Anda yang memiliki dan tidak memiliki “rasa” itu. Bukankah Allah Mahatahu? Bahkan banyak hamba-Nya yang terang-terangan kurang mensyukuri “nikmat”, tak bisa memahami hakikat “nikmat”, atau bahkan takdir terlalu “kejam” (lagu siapa ya…)
Lihat saja…
Bagi seorang mahasiswa biasa, mungkin akan merasa tak seberuntung mahasiswa lain yang bisa meraih prestasi gemilang bahkan mampu ke luar negeri meski “sekedar” karena “padnai” berkolega.
Seorang mahasiswa tak “berpunya” bisa jadi merasa tak seberuntung mahasiswa “berpunya” lain yang cukup belajar, beraktivitas, nongkrong, dll tanpa berfikir besok adakah tersisa uang untuk makan?
Bagi seorang yang sudah mencoba banyak hal tapi belum dapat meraih mimpinya, mungkin akan merasa tak seberuntung orang lain yang demikian mudahnya dihadapkan pada mimpi-mimp yang ingin diraihnya.
Bagi seorang sarjana pengangguran, pastilah merasa tak seberuntung rekannya yang sudah lebih mapan.
Bagi seorang lulusan SMA atau SMP, akan merasa kurang beruntung dibanding kita-kita yang merasakan bangku kuliah. Dna bagi seorang mahasiswa bisa jadi tak seberuntung anak pengusaha yang tak perlu “susah” kuliah untuk sebuah “status”.
Bagi seorang yang masih lajang, bisa jadi merasa tak seberuntung orang lain yang dengan mudah menemukan jodohnya, atau bahkan seorang yang sudah menikah justru merasa tak seberuntung kita-kita yang masih lajang yang bisa “lebih banyak” melakukan hal yang disukai tanpa “hambatan”. Si A yang merasa tak seberuntung si B yang mendapatkan pendamping “ideal”, atau justru sebaliknya si B merasa tak seberuntung si A yang memiliki pendamping lebih “ideal”.
Bagi seorang mertua dari menantu sekedar “kuli” bisa jadi masih merasa tak seberuntung mertua dari seornag “PNS”an.
Bagi seorang yang sudah menikah sekian tahun tanpa momongan, pastinya merasa tak seberuntung mereka yang sudah mendapat momongan dalam waktu singkat setelah menikah, atau justru seorang ibu yang merasa tak seberuntung wanita tanpa anak yang merepotkanya,
Bagi seorang berpenyakitan, sepertinya akan merasa tak seberuntung orang-orang yang bisa menghirup udara bebas tanpa kekhawatiran akan kehilangan hidupnya.
Dan saya rasa masih banyak pemisalan-pemisalan lain yang jikasaya tuliskan bisa membuat keriting jari saya. ^_^
Fenomena inilah yang saya rasa menjadi hal yang patut difenomenakan. Bagaimana tidak? Saya fikir, ia menyangkut keIMANan kita. Sadar atau tidak, kita sering “menghakimi” Allah dengan rasa kurang beruntung yang sadar atau tidak sering tumbuh dalam hati kita. Dan sadar atau tidak pula, mungkinrasa itu pun seringkali mengotori segumpal daging milik saya ketika keterbatasan dirasakan dalam menggapai asa, meski syukur masih bisa terucap, merasa beruntung berada di tengah-tengah orang yang mengajari saya bagaimana semestinya lebih bersyukur.
‘Ala kulli hal, saya rasa tak ada yang salah dengan rasa itu. Karena memang manusia demikian adanya. Sayangnya… orang sering terlalaikan dengan potongan firman Allah dalam sebuah ayat Al Quran “Manusia adalah tempat berkeluh kesah…”, tanpa sadar bahwa terdapat pengecualian. “.. kecuali mereka yang mendirikan sholat”. Jika saja hati sellau bisa diajak kompromi untuk menerima firman-Nya.. “Apabila kalian berusaha untuk menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan mampu menghingganya.” (Qs. Ibrahim: 24). Dan sebagaimana yang saya tuliskan di awal.. beruntung itu RASA, sesuatu yang bisa menjadi kata kerja jika kita yang mengusahakan untuk menghadirkannya atau menepisnya demi syukur yang ingin terus terucap. Atau.. ia pun bisa menjadi kata Benda, ketika kita membiarkannya berdiam dalam hati, menjadi rasa-rasa menumpuk yang menghadirkan kekecewaan.
IMAN.. tak hanya diucap dari lisan, tapi ia hadir dari hati. Saat kata syukur ada dalam setiap ujian, dan kesabaran selalu terpatri dalam setiap nikmat yang dirasa.

Ya Allah…Jangan pernah cabut rasa syukur kami kepada-Mu dari hati kami..Tetapkan hati kami untuk bersabar dalam setiap ujian dan bersyukur dalam setiap nikmat-Mu..Tetapkan hati kami untuk bersyukur dalam setiap ujian dan bersabar dalam setiap nikmat-Mu..Amien Ya Muqollabal Qulub.. 
(Tulisan ini hanya sebagai wujud fikirku terhadap fenomena di depan mata, mohon maaf jika ada pihak yang kurang berkenan, semoga bermanfaat)
Rabu, 5 Desember 2012
00:28


“Find My Way”
(edcoustic)

You give me hope to realize the reason WHY AND WHAT AM I LIVING FOR…
After so long follow my feet, Looking for life that You have given me
As I remember those days the  darkness time…
When I was not caring YOU were there
Now I care to take this way so clean
AND I FEEL SO PROUD TO BE MUSLIM GUY

*And now how so GREAT that I feel
Living up to the light, WITH YOU INSIDE MY HEART..
 And I could never be the same Without you involve in On me to try to find the way

Now I believe in anyway  that YOU WILL ALWAYS HERE INSIDE MY MIND
And I believe YOU’LL ALWAYS hear
And every beat.. the trembling of my heart
Every time I pray I cry for You
And I feel the peacefull of my soul
To obey in every word You say
When the time  has come,let me die in Ypur way..

*And now how so great that I feel
Living up to the light, with You inside my heart..
 And I could never be the same Without you involve in
On me to try to find the way
On me to try to find the way