hH
Setelah sekian lama....akhirnya berkesempatan nulis ni..
Terinspirasi oleh pasien-pasien saya di RS Karyadi Semarang, ingin menuliskan sesuatu yang mungkin bisa bermanfaat untuk rekan-rekan.
Kali ini, posting saya akan berkaitan dengan anda-anda para perokok. Oops..
Hmm....
Ngomong-ngomong perokok.. bapak saya juga perokok, yag sampai saat ini belum bisa dihentikan.. Gimana ya, selalu aja ada alasan untuk tetap merokok.
H"berarti kalo ga ngrokok bisa jadi ampe ratusan ribu umurnya Pak.." (hehe.. ga manjur ni jawaban)Bahkan sampe 1 bungkus rokok saya basahi (dengan alasan ponakan saya yang 1 tahun menumpahkan air di situ.. ga ngaruh.. masih bisa beli yang baru! Waahh... T_T)
ya.. untuk rekan-rekan yang juga tengah berjuang menghentikan para perokok, jangan menyerah!! hehe.. (kaya lagi jihad aja ya...) Penting lho, kalo memang sayang sama si perokok.. harus pantang menyerah, disamping pengobatan yang mahal, komplikasi akibat rokok ini sangat membuat kita ingin berkata.. "kasian.."
Oke, to the point..
Berikut adalah pembahasan dari kelolaan saya terhadap Tn. K dengan Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koronari Akut (SKA)
Sejak 4 jam sebelum masuk RS (SMRS), klien merasakan nyeri dada yang mulai dirasakan saat hendak tidur. Nyeri dada pada semua lapang dada kiri, menjalar sampai lengan kiri, leher, kadang terasa di seluruh lapang dada sampai menjalar ke ulu hati. Klien mengatakan nyeri seperti diremas-remas, kadang seperti ditusuk-tusuk, ada rasa seperti terbakar. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 2 bulan SMRS dan sedikit mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Klien sempat dibawa ke RS Kendal, kemudian diberi obat di bawah lidah. Nyeri sedikit berkurang, dari RS Kendal klien dirujuk ke RSDK. Klien merasa sesak nafas. Terdapat keringat dingin. Terdapat mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Klien tidak pingsan saat dibawa ke RS. (Nah lho, ati-ati kalo kamu pernah ngrasain sakit dada yang sama ya..)
Riwayat Penyakit
Dahulu
Sejak 2 tahun SMRS, klien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat. Klien juga memiliki riwayat kencing manis sejak 2005. Klien kontrol ke RS Kendal. Klien pernah dirawat di RS Kendal 1 tahun yang lalu karena hipertensi dan kencing manis.Klien adalah seorang perokok sejak umur 18 tahun. Satu bungkus rokok habis dalam 2-3 hari. Akan tetapi klien sudah berhenti merokok sejak tahun 2001.
Klien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Klien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak. Klien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak bergerak klien merasa sesak dan sakit dada yang hilang jika beristirahat. Nyeri dada juga muncul jika banyak pikiran. Klien juga merasa keluhan muncul bila berjalan jauh.
Klien belum pernah operasi jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga.
Oke rekans, ini saja yang ingin saya bagi. Untuk rekans sejawat, semoga bermanfaat untuk perawatan klien (pasien) dengan masalah yang sama. Untuk rekans pembaca, semoga menjadi tambahan wawasan biar sadar dan mau sadar untuk pola hidup sehat...
Salam sehat!!
Setelah sekian lama....akhirnya berkesempatan nulis ni..
Terinspirasi oleh pasien-pasien saya di RS Karyadi Semarang, ingin menuliskan sesuatu yang mungkin bisa bermanfaat untuk rekan-rekan.
Kali ini, posting saya akan berkaitan dengan anda-anda para perokok. Oops..
Hmm....
Ngomong-ngomong perokok.. bapak saya juga perokok, yag sampai saat ini belum bisa dihentikan.. Gimana ya, selalu aja ada alasan untuk tetap merokok.
H"berarti kalo ga ngrokok bisa jadi ampe ratusan ribu umurnya Pak.." (hehe.. ga manjur ni jawaban)Bahkan sampe 1 bungkus rokok saya basahi (dengan alasan ponakan saya yang 1 tahun menumpahkan air di situ.. ga ngaruh.. masih bisa beli yang baru! Waahh... T_T)
ya.. untuk rekan-rekan yang juga tengah berjuang menghentikan para perokok, jangan menyerah!! hehe.. (kaya lagi jihad aja ya...) Penting lho, kalo memang sayang sama si perokok.. harus pantang menyerah, disamping pengobatan yang mahal, komplikasi akibat rokok ini sangat membuat kita ingin berkata.. "kasian.."
Oke, to the point..
Berikut adalah pembahasan dari kelolaan saya terhadap Tn. K dengan Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koronari Akut (SKA)
Sejak 4 jam sebelum masuk RS (SMRS), klien merasakan nyeri dada yang mulai dirasakan saat hendak tidur. Nyeri dada pada semua lapang dada kiri, menjalar sampai lengan kiri, leher, kadang terasa di seluruh lapang dada sampai menjalar ke ulu hati. Klien mengatakan nyeri seperti diremas-remas, kadang seperti ditusuk-tusuk, ada rasa seperti terbakar. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 2 bulan SMRS dan sedikit mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Klien sempat dibawa ke RS Kendal, kemudian diberi obat di bawah lidah. Nyeri sedikit berkurang, dari RS Kendal klien dirujuk ke RSDK. Klien merasa sesak nafas. Terdapat keringat dingin. Terdapat mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Klien tidak pingsan saat dibawa ke RS. (Nah lho, ati-ati kalo kamu pernah ngrasain sakit dada yang sama ya..)
Sejak 2 tahun SMRS, klien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat. Klien juga memiliki riwayat kencing manis sejak 2005. Klien kontrol ke RS Kendal. Klien pernah dirawat di RS Kendal 1 tahun yang lalu karena hipertensi dan kencing manis.Klien adalah seorang perokok sejak umur 18 tahun. Satu bungkus rokok habis dalam 2-3 hari. Akan tetapi klien sudah berhenti merokok sejak tahun 2001.
Klien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Klien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak. Klien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak bergerak klien merasa sesak dan sakit dada yang hilang jika beristirahat. Nyeri dada juga muncul jika banyak pikiran. Klien juga merasa keluhan muncul bila berjalan jauh.
Klien belum pernah operasi jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga.
PEMBAHASAN
A.
Studi Kasus Tn. K
Infark Miokard Akut (IMA) sangat berpotensi menjadi fatal karena adanya silent infark dan cardiac arrest yang terjadi diluar rumah sakit. Namun, potensi ini dapat
dicegah jika pengetahuan masyarakat akan keluhan Chest Pain dan diagnosa lebih dini dapat ditegakkan.
Infark Miokard Akut adalah nekrosis dari miokard yang
terjadi akibat insufisiensi aliran darah lewat koroner yang mendadak sehingga
aliran darah koroner tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen. Infark Miokard Akut memberikan gambaran
klinis yang khas berupa nyeri dada, kelainan EKG yang khas dan kenaikan serum
enzim. Hal ini sebagaimana terjadi pada Tn. K yang mengalami chest pain khas dan kelainan EKG. Pada
pemeriksaan EKG diperoleh adanya infark inferoposterior. SR, QRS
rate,75x/mnt, normoaksis, ST ↑ di II,III,avf,V7-9, St ↓ di I,avl,V1-3,V5-6, VES
+, LVH -, RVH +
Pengobatan Pra Hospital dapat berupa pemasangan infus, pemberian oksigen,
monitoring EKG, opioid, trombolitik dan penderita segera diangkut ke hospital. Selanjutnya
dilakukan tindakan-tindakan untuk mengkonfirmasikan diagnosa dengan pemeriksaan
EKG, serum enzim, bila mungkin dengan Radio Nuclide Imaging, prosedur non
invasif dan invasif seperti Swan Ganz Kateter dan Balloon Flotation Kateter,
dan mengobati komplikasi-komplikasi berupa : gagal jantung, aritmia, syok,
tromboemboli.
Prioritas utama dalam penanganan klien dengan acute coronary syndrome (ACS)
adalah mencegah kematian. Perawatan ditujukan untuk meminimalkan keluhan dan
stres serta untuk membatasi perluasan
kerusakan miokard. Perawatan tersebut dapat dibagi menjadi 3 fase (Hopper,
1989) :
(1)
Penanganan darurat
dengan pertimbangan utama untuk menghilangkan nyeri dan mencegah atau menangani
henti jantung.
Pengobatan trombolitik
Sebuah penelitian oleh Stevenson R.
Ranjadayalan K. Wilkinson P. Robets R. Timmis AD. tentang “Short and long-term
prognosis of acute myocardial infarction since the introduction of trombolysis” menunjukkan pada pasien yang mempunyai onset gejala infark
dalam 12 jam, terbukti bahwa keuntungan terapi dengan trombolitik sangat
menakjubkan. Pada pasien yang menunjukkan gejala dalam 6 jam, dan elevasi ST
atau bundle branch block, sekitar 30 kematian dapat dicegah tiap 1000 orang
yang diobati. Pada pasien yang menunjukkan gejala antara 7-12 jam, 20 kematian
dapat dicegah tiap 1000 orang yang mendapat pengobatan. Bila lebih dari 12 jam
tidak ada bukti yang meyakinkan tentang keuntungannya.
Penelitian ISIS-2 (International Study of
Infarct Survival) menunjukkan
keuntungan pemberian aspirin, sehingga ada penurunan kira-kira sebesar 50
kematian tiap 1000 orang diterapi. Secara keseluruhan, keuntungan terbesar
terlihat pada pasien dengan resiko tinggi, walau proporsional keuntungannya
hampir sama. Maka, lebih banyak nyawa terselamatkan tiap 1000 nyawa yang
diobati Thrombolitik, sebagai contoh diantaranya mereka yang berusia 65 tahun
keatas, yang mempunyai tekanan sistolik <160mmHg, yang mempunyai infark
anterior atau yang mempunyai bukti iskemia yang lebih berat (Adams, 1993).
Dalam hal ini, penanganan awal pada klien Tn. K sesuai
dengan tinjauan tersebut karena klien diberikan aspilet 80 mg.
Dalam pengkajian klien dengan masalah pada sstem
kardiovaskuler, penting untuk mengetahui faktor risiko yang ada pada Tn. K.
Faktor risiko yang dimiliki oleh Tn. K yaitu merokok, riwayat diabetes, tekanan
darah tinggi, berusia tua, kurang berolahraga, obesitas.
Melihat riwayat diabetes yang dimiliki Tn. K, kita perlu
mengingat sebuah penelitian oleh Zainal Safri, Dep/SMF Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2009, dengan
hasil outcomes klinis kelompok pasien diabetes dengan IMA paska trombolitik
lebih jelek dibandingkan kelompok non-diabetes.. tingginya angka kematian
terutama disebabkan gagal jantung memberikan masukan bahwa dibutuhkan
peningkatan usaha dan terapi yang lebih baik serta lebih agresif pada pasien
diabetes dengan STEMI, pendekatan terapi seperti segera memberikan tromoblitik,
memperbaiki kekacauan metabolik dan pertimbangan untuk segera dilakukan primery PCI pada kelompok high risk mungkin akan memperbaiki outcomes klinis dengan meningkatkan
angka harapan hidup dan pasien diabetes dengan STEMI.
(2)
Penanganan dini
dengan pertimbangan utama untuk reperfusi dan mencegah perluasan infark, serta
untuk menangani komplikasi akut seperti kegagalan pompa jantung, syok dan
aritmia yang mengancam jiwa.
Sampai saat ini, banyak penelitian randomisasi terkontrol
menunjukkan bahwa PCI primer lebih unggul dibandingkan trombolisis intravena
untuk pengobatan STEMI. ini disebabkan oleh PCI primer sangat efektif
mengembalikan patensi pembuluh darah koroner mengurangi iskemik miokard
berulang, pengurangan reoklusi koroner, pengurangan kejadian infark miokard
berulang, memperbaiki fungsi ventrikel kiri, dan pengurangann kejadian stroke.
Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)
Peranan PTCA pada jam-jam awal dari infark miokard dibagi
menjadi angioplasti primer, angioplasti yang dikombinasi dengan trombolisis dan
angioplasti penyelamatan (Gibbons, 1993).
Angioplasti primer
Dalam hal ini, klien mendapatkan advise untuk diberikan
tindakan Angioplasti primer. Dalam
hal ini, digolongkan sebagai PTCA tanpa diikuti pengobatan trombolitik
dan merupakan terapi pilihan hanya bila akses cepat (<1 jam) ke laboratorium
kateterisasi yang memungkinkan. Hal ini membutuhkan tim khusus, yang melibatkan
tidak hanya ahli kardiologi, tetapi juga staf yang terlatih dengan baik.
Angioplasti primer efektif dalam menjaga patensi arteri
koroner dan menghindari resiko terjadinya perdarahan otak karena obat
trombolitik. Bila dibandingkan dengan terapi trombolitik ada keuntungan antara
lain perbaikan patensi yang lebih baik, fungsi ventrikel yang lebih baik, dan kecenderungan
untuk hasil klinis yang lebih baik pula. Pasien dengan kontraindikasi terhadap
trombolitik mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada yang
diterapi
Angioplasti yang dikombinasi dengan trombolitik
PTCA yang dilakukan setelah pemberian trombolitik yang
dimaksudkan untuk meningkatkan reperfusi atau menurunkan resiko reoklusi telah
menunjukkan bukti rendah keberhasilannya dan membuktikan kecenderungan
meningkatkan komplikasi dan kematian. Oleh karena itu tidak dianjurkan.
Rescue angioplasti (Angioplasti Penyelamatan)
Merupakan PTCA yang dilakukan pada arteri koroner yang
tetap mengalami oklusi setelah pemberian trombolitik. Pengalaman terbatas yang
didapat dari dua penelitian acak menunjukkan kecenderungan adanya hasil yang
lebih baik jika pembuluh darah yang mengalami sumbatan di rekanalisasi saat
angioplasti. Walaupun angka keberhasilan angioplasti cukup tinggi, masalah yang
belum terpecahkan adalah kurang bisa diterimanya metode invasif untuk
menimbulkan patensi pembuluh darah.
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) pada klien Tn. K
dengan STEMI
STEMI didefinisikan sebagai pasien-pasien dengan nyeri dada
yang khas (nyeri infark) dimana hasil ECG dijumpai peningkatan segmen ST yang
menetap atau adanya LBBB yang baru. PCI untuk STEMI membutuhkan tim yang
berpengalman yang terdiri dari kardiologis intervensi dengan bantuan staf yang
terampil. Strategi reperfusi dengan PCI telah menjadi modalitas pengobatan yang
sangat penting dari STEMI dan banyak mengalami kemajuan pada tahun-tahun
terakhir ini. Sedangkan terapi trombolitik dimana dapat digunakan secara luas,
mudah diberikan dan tidak mahal tetapi merupakan pilihan alternative. PCI
primer telah terbukti lebih superior dibandingkan terapi trombolitik dalam
pencapaian TIMI 3 flow (perfusi
komplit), iskemik berulang sedikit, mortalitas 30 hari lebih baik dan insiden
stroke perdarahan yang lebih rendah.(19)
Panduan dari Perhimpunan Kardiologi Eropa (ESC) tahun 2005
dan American College of Cardiology (ACC) menyatakan bahwa tindakan PCI sama
efektifnyna dengan terapi trombolitik bila pasien dating di bawah 3 jam setelah
serangan pertama, akan tetapi bila pasien datang lebih dari 3 jam maka manfaat
tromboliss lebih kecil bila dibandingkan PCI.
(3)
Penanganan lanjut
yang ditujukan untuk menangani komplikasi yang terjadi di CCU (coronary care
unit), dan post CCU.
B.
Masalah dan Intervensi Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada
Tn. K, diperoleh 2 masalah keperawatan prioritas.
1. Nyeri
berhubungan
dengan penurunan suplay oksigen ke
miokard sekunder terhadap IMA
Angina
adalah tipe nyeri pada dada yang disebabkan berkurangnya darah yang mengalir ke
otot jantung. Angina adalah gejala dari coronary artery disease (CAD) atau
penyakit arteri koroner. Pada penyakit ini, otot jantung tidak mendapat cukup
darah yang kaya akan oksigen. Angina digambarkan dengan rasa seperti diperas,
ditekan, berat, ketat atau nyeri pada dada.
Nyeri
pada Tn. K yang dirasakan bahkan ketika sedang istirahat menunjukkan gejala
unstable angina yang dapat menjadi sinyal adanya serangan jantung.
Berdasarkan
Nursing Intervention Classification, intervensi yang perlu diberikan pada klien
adalah sebagai berikut
1) Analgesic
administration
Dalam hal ini, klien mendapatkan
terapi aspilet 80 mg. sedangkan untuk etiologi penyebab nyeri ini, klien
mendapatkan plavix 75 mg untuk
mengurangi terjadinya aterosklerosis (infark miokardial dan kematian vaskuler).
Herbesser CD dan Farsorbid juga diberikan untuk indikasi angina pectoris yang
dialami klien.
2) Anxiety
reduction
Dalam serangan angina pectoris,
sangat besar kemungkinan perasaan takut pada pasien, termasuk pada klien Tn. K
yang cukup merasa takut dengan sakit yang dialaminya. Maka, intervens untuk
penanganan kecemasan sangat diperlukan. Dalm hal ini, penjelasan tentang
penyakit klien dan intervensi yang akan diberikan cukup menjadi intervensi
dalam mengurangi kecemsan klien.
3) Environmental
management: comfort
Pengkondisian tempat istirahat klien
perlu dilakukan untuk mencegah ketidaknyamanan klien yang dapat memperburuk
penyakit klien.
4) Pain
management
Manajemen nyeri menjadi intervensi
rutin pada masalah nyeri pada klien. Istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu relaksasi klien
sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang, selain itu dengan beristirahat
akan mengurangi O2 demand
sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya)
5) Vital
signs monitoring.
Tanda-tanda vital merupakan
pemeriksaan fisik yang sangat penting dilakukan karena adanya perubahan
tanda-tanda vital menunjukkan kelainan sirkulasi dalam sistem sistemik tubuh. Dengan
asumsi penurunan kontraktilitas otot-otot jantung, maka denyut nadi akan
menurun dan juga tekanan darah naik lama kelamaan akan menurun karena penurunan
cardiak output. Oleh karena itu pengkajian terhadap tanda-tanda vital sangat
perlu dilakukan sebagai indikasi awal adanya kelainan sistemik tubuh.
2. Risiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik
miokard
Berdasarkan
Nursing Intervention Classification, intervensi yang perlu diberikan pada klien
adalah sebagai berikut
1)
Cardiac care: acute
Chest pain yang mengindikasikan adanya
ganggua pada fungsi jantung memerlukan intervensi cardiac care sehingga
mempertahankan status kesehatan klien dan memperbaiki fungsi jantung. Dalam hal
ini, perlu dilakukan monitoring ECG dan juga terapi medikasi yang diberikan.
Pemeberian antitrombotik, angiotensin II antagonis, antihipertensi-kalsium
antagonis, antiangina pada klien memerlukan penjelasan fungsi dan efek obat
tersebut pada klien.
2)
Airway management
Gangguan pada cardiac output akan
berkaitan dengan stroke volume dan heart rate yang berarti berkaitan pula
dengan pernafasan klien karena transfer oksigen sangat dipengaruhi oleh tiga
hal tersebut. Maka, untuk permasalahan risiko penurunan curah jantung
diperlukan intervensi untuk memonitor dan maintain status respiratori klien.
3)
Fluid/electrolyte
management, Fluid monitoring
Pada gangguan fungsi jantung akan
terjadi kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler karena
peningkatan natrium/retensi air atau penurunan protein plasma. Oleh karena itu,
diperlukan intervensi monitoring status cairan agar dapat mempertahankan
keseimbangan cairan yang dapat dibuktikan
pada tekanan darah, tidak ada distensi vena perifer dan edema dependen.
4)
Hemodynamic
regulation
Disamping
pemantauan TTV, perlu juga haru dikaji sistem hemodinamik tubuh, karena adanya
perubahan curah jantung, maka sirkulasi juga akan berkurang, demikian juga
cairan dan keseimbangan cairan akan berpengaruh terhadap tekanan hemodinamik
tubuh.
Monitoring dan
pengaturan hemodinamik perlu dilakukan karena berkurangnya daya kontraksi dan
gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika
bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon
reflex kompensasi system saraf otononom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat
mengurangi curah jantung dengan berkurangnya curah sekuncup. Berkurangnya
pengosongan ventrikel saat systole akan memperbesar volume ventrikel.
Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Peningkatan
tekanan diperbesar oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.
Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume
ventrikel tertentu.
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang
irreversible, dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut yaitu:
1) Penurunan
perfusi perifer
2) Penurunan
perfusi koroner
3) Peningkatan
kongesti paru
4) Hipotensi,
asidosis metaboik, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
C.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada
klien menunjukkan kedua masalah keperawatan dapat teraatasi. Nyeri tidak lagi
dirasakan oleh klien. Namun demikian, perlu perhatian pada etiologi nyeri ini.
Oleh karena itu, perawat perlu memberikan reinforcemenet positif pada klien
yang akan direncanakan untuk tindakan PCI.
Pada masalah risiko penurunan
curah jantung, masih diperlukan intervensi lanjut meskipun selama asuhan
keperawatan tidak terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Left message here...