Jumat, 24 Mei 2013

SAKIT PERUT....? WASPADA!!



Abdomen (perut) merupakan salah satu bagian dari anggota tubuh manusia yang cukup unik. Sederhana jika kita lihat dari permukaan, hanya berdiameter beberapa cm (kecuali untuk hal-hal yang abnormal), namun terdapat cukup banyak organ di dalamnya. Abdomen juga salah satu region yang menampung darah terbanyak dalam tubuh sehingga "memperparah" kondisi seseorang ketika terdapat trauma pada lokasi abdomen. Karenanya, dalam pemeriksaan fisik, khususnya bagian abdomen ini, terdapat beberapa yang harus diperhatikan. Inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi harus dilakukan sesuatu urutan. Jika IAPP tidak dilakukan sebagaimana urutan, pastinya akan membuat bias dalam hasil pemeriksaan. Sebagai misal jika kita melakukan auskultasi setelah palapasi atau perkusi, pastinya bising usus sudah terpengaruhi karenanya. 

Kali ini, saya “sekedar” ingin mengingat kembali berbagai organ di masing masing region sehingga dapat mengidentifikasi nyeri perut yang terasa pada masing-masing region. 
Sebelumnya, abdomen dibagi menjadi 4 region, namun kali ini saya ingin membagi abdomen dalam 9 region.

Berikut 9 region yang dimulai dari kanan atas ke bawah





Nyeri pada masing-masing region dapat mengidentifikasi adanya beberapa kemungkinan sakit berikut ini.
 
Hipokondria kanan: batu empedu, ulcer lambung, pancreatitis
Epigastrik: ulcer lambung, heartburn/indigesti, pancreatitis, batu empedu, hernia epigastrik
Hipokondria kiri: ulcer lambung, ulcer duodenal, kolik, pancreatitis
Lumbar kanan: batu ginjal, infeksi saluran kencing, konstipasi, hernia lumbar
Umbilical: pakreatitis, apendisitis awal, ulcer lambung, radang usus, usus halus, hernia umbilical
Lumbar kiri: batu ginjal, diverticular disease, konstipasi, radang usus
Iliac kanan: apendisitis, konstipasi, nyeri pelvis (reproduksi), nyeri pangkal paha (inguinal hernia)
Hipogastrik: infeksi saluran kencing, apendisitis, diverticular disease, radang usus, nyeri pelvis (reproduksi)
Iliac kiri:penyakit diverticular (tonjolan keluar berbentuk kantung), nyeri pelvis (reproduksi),   nyeri pangkal paha (inguinal hernia)


Sekian knowing hari ini, jika merasakan keluhan pada bagian-bagian tersebut, saya rasa bisa menjadi deteksi dini untuk waspada.

Minggu, 05 Mei 2013

Ketika Teori “Body-Mind-Spirit” diperuntukkan Pasien Rawat Inap






Kulihat keningnya terus berkerut sepanjang malam hingga pagi menjelang. Mungkin tak lama setelah 30 menit mata terpejam, ia kembali terbangun karna ketidaknyamanan yang ia rasakan. Tangannya kurus, tapi oedem di kedua kakinya terutama kaki kiri membuatnya tak nyaman. Belum lagi dengan BAK yang terus membanjiri tempat tidurnya karena DC/Downk Catheter alias selang kateter pipis tak bisa dipasang untuknya. Kompres hangat tidak lagi menjadi intervensi yang cukup baginya. Ia baru terpejam tampak tidur terlelap tanpa kerutan kening setelah 1 ampul Tramadol ekstra saya berikan, tentunya dengan persetujuan dokter jaga yang baru mengangkat teepon konsulan pada panggilan saya yang kedua. Ia tampak terlelap, dan dengan tega, jam setengah 6 pagi saya bangunkan karna ada obat yang harus masuk. 

Sebelum menyelesaikan shift malam, saya tutup dengan aktivitas membantu personal higien pasien ini. Alhamdulillah, sedikitnya pasien dengan keadaan umum yang baik, malam ini memberi saya waktu yang cukup untuk membantu PH pasien.

Bermula dari permohonan maafnya karena merasa sudah menyusahkan saya sepanjang malam, meminta maaf karena tak mampu melakukan apapun sendiri bahkan  utnuk mengangkat kakinya. Ya, manusiawi, tanpa keluarga yag mendampingi di saat sakit seperti ini, merasa menjadi orang tak berguna. Orang mana yang tak mau dimanjakan saat sakit parah menerpanynulis dan pembaca pun mungkin sering mencari perhatian bahkan “sekedar” karena flu. Ia pun mempertanyakan mengapa sakitnya tak kunjung sembuh, meski sempat saya hibur  bahwa dosa-dosanya terhapus dengan sakitnya itu, insyAllah, dan janji-janji-Nya yang lain.

Ia menangisi 3 anaknya yang tak kunjung datang bahkan untuk sekedar tahu kondisinya. Juga suami yang sudah menikah lagi 2x. saya tak bisa menilai langsung keluarganya karena ini cerita yang saya dengar dari satu pihak. Tapi benar tidaknya, satu hal yang saya inginkan adalah agar tidak ada orang lain yang merasakan hal serupa pasien ini. saat seperti ini, saya sadar betul bahwa keikhlasan dan kesabarannya benar-benar diuji, yang mungkin saya sendiri belum tentu mampu melewatinya. Tanpa keluarga, dalam kesakitan yang sangat, dan masih dalam pertanyaan-pertanyaan kenapa ia masih dalam sakitnya yang begitu lama, air matanya pun terus keluar saat aku mencoba ceritakan sebuah pengalaman-yang saya dapatkan juga dari cerita orang- akan pasien yang sakit karena rasa dendam, amarah, kekecewaan, yang belum ammpu hilang oleh rasa ikhlas. Mungkin bagi sebagian cerita ini ibarat “logika”langit yang tidak semua orang mampu dan mau menerima serta mencernanya. Tapi bagi saya, itu sangat masuk akal. Sebagaimana saat air liur seperti akan menetes jika kita terbayang tau sekedar mendengar “mangga muda”, rujak, dan lain sebgainya. Artinya, tubuh kita bisa jadi dikuasai oleh pikiran kita yang kemudian diresapi oleh hati. Ketidakseimbangan sistem dalam tubuh bisa jadi (sekali lagi, BISA JADI) karena kekacauan dalam pikiran atau “kotoran” dalam hati. Pikiran kotor, tak tenang, penyakit-penyakit hati, kebencian, kemarahan,dendam, kedengkian, saya rasa semua ikut andil dala mempengaruhi sistem tubuh kita. Maka dari itu, teori body to body dan mind to mind, kini telah disempurnakan dengan teori spirit to spirit. (Apresiasi untuk tim riset “The spirit of self care” keperawatan undip yang turut mengembangkannya). Belum banyak yang saya tahu tentang teori-teori ini. tapi satu hal yang saya pahami adalah bagaimana menumbuhkan spirit, semangat, yang kemudian menjadi “pupuk” untuk tubuh pasien.

Hadirnya body (tubuh), mind (pikiran), emosi, dan spirit sebagai fondasi kehidupan manusia telah diterima dalam budaya-budaya asli sejak ribuan tahun yang lalu dan saat ini semakin diperkaya dalam dialog dan pengalaman sehari-hari. Dalam budaya Jawa dikenal konsep “Manunggaling Kawula Gusti”, ajaran Syekh Siti Jenar (1426) -- meski terdapat pro dan kontra tentang ajaran ini (termasuk apakah ia benar-benar pernah ada ataukah dia adalah sebuah filosofi). Arti dari Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya saya dan Tuhan), tidak berarti Syekh Siti Jenar menyebut dirinya sebagai Tuhan dan juga bukan bercampurnya Tuhan dengan makhluk-Nya. Konsep ini menyatakan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya. Dalam ajarannya pula, Manunggaling Kawula Gusti bermakna bahwa di dalam diri manusia terdapat roh dari Tuhan, dan persatuan kehendak manusia dalam kehendak Tuhan akan berimplikasi pada pertanggungjawaban manusia terhadap alam (lingkungannya), yang disebut hamamayu hayuning bawana (http:// id.wikipedia.org /wiki/ Syekh_Siti_Jenar).

Dalam hal ini, konsep body-mind-spirit sudah semestinya dimasukkan dalam intervensi keperawatan. Mungkin di awal perkuliahan pendidikan perawat, masih ingat matkul fundamental keperawatan yang mendiskusikan teori sehat. Bagaimanakah konsep manusia sehat itu?Menurut WHO, dampak ‘sehat’ seseorang tidak hanya dirasakan oleh individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi lingkungan sosialnya. Jadi, tanpa orang lain yang mengakui bahwa ia sehat secara mental (misal diterima oleh orang lain dan menerima orang lain), ia bukanlah seorang yang sehat secara utuh. Individu yang positif body-mind-and spirit secara integratif pasti berdampak positif pula bagi lingkungan sosialnya. Semakin seseorang mengenali sumber kekuatan di dalam dirinya maka akan positif sikap pada dirinya.Di sisi lain semakin seseorang mengenal lingkungan sekitarnya, (seharusnya) semakin ia mampu memahami, mengontrol, dan menghadapinya secara efektif (Ray, 2004). Kedua aspek tersebut paling tidak menjadi mediator penting sehingga kehidupan internal seseorang pada akhirnya bermuara dalam kualitas kehidupan masyarakat di mana ia turut memberi kontribusi.
 
Integrasi body-mind-spirit internal tidak mungkin dapat lepas dari apa yang terjadi di luar diri. Kontek kembali menjadi hal yang penting dan tidak bisa diabaikan.Nah, bercermin pada pemahaman ini, kita bisa bertanya pada diri sendiri: “Di manakah kita berada? Sudahkah kita meletakkan kedua kaki secara integratif ? Alih-alih menambah masalah masyarakat, sudahkah kita mempertimbangkan konteks sejarah dan kebutuhan masyarakat untuk mengambil bagian seoptimal mungkin?” Visi misi yang holistik seharusnya terinternalisasi dalam berbagai bentuk konkrit yang implementatif.

Berawal dari berbagai pemahaman ini, pasien ini aku tantang dengan dua “TUGAS”, menemukan kebencian/kemarahan, dan memaafkan serta melupakannya.


“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, yang menghilangkan segala petaka, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang bisa menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari)


Satu lagi, menjelang pulang, si pasien menyisipkan selembar kertas warna hijau bertuliskan nominal Rp 20.000,-..  ^_^ (Tebak… diterima nggak….?)

Bogor, 05-05-13